Di Balik Peluncuran 50 Perguruan Tinggi Unggulan Dikti

Jawapos, 07 Januari 2007

Agar PT Tak Terlena Status
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional merilis daftar 50 besar perguruan tinggi (PT) unggulan 2006 di Nusantara. Sebanyak 28 PT negeri (PTN) dan 22 PT swasta (PTS) tercatat di dalamnya. Anehnya, beberapa PTN bergengsi yang selama inimenjadi favorit tak masuk daftar. baca lagi yakz, masih banyak kok

Posted in Berita. 2 Comments »

Produk Asli Lamongan Akan di Patenkan

Soto Lamongan

Siapa sih yang gak kenal makanan diatas ini,… yup “Soto Lamongan“, ini merupakan salah satu produk asli kota Lamongan (makanan Khas Lamongan). Yang mempunyai citra rasa khas tersendiri, bisa dibandingkan dengan makanan yang ada di daerah lain.Maraknya kasus pengklaiman produk-produk yang ada saat ini, layaknya salah satu kebudayaan daerah kita (reog ponorogo red) telah di klaim sebagai hak milik malaysia, dan masih banyak juga contoh yang lain. Untuk menghindari kasus tersebut Pemerintah kota Lamongan (Pemkab Lamongan) akan segera mematenkan Soto Lamongan sebagai produk asli milik daerah lamongan.

Bupati Lamongan Masfuk mengatakan selain soto Lamongan empat produk asli Lamongan yang lain juga akan dipatenkan. Yakni, kerajinan tas tempurung kelapa, kerajinan tas enceng gondok, kerajinan tikar lipat, dan kerajina tenun ikat ATBM. Masfuk menambahkan selama ini produk asli Lamongan yang sudah memperoleh hak paten dan merek adalah becak Lamongan (Bella), pupuk Maharani, tenun ikat ATBM produksi Malla/Madari, dan akbar Putra/Lutfi Aziz.

Usaha yang dilakukan oleh Pemkab Lamongan ini sebagai langkah antisipasi untuk menyelamatkan produk asli Lamongan agar tidak menjadi milik orang lain. Menurut Kepala Dinas Perindagkop Lamongan Mursyid, untuk memproses hak paten itu Pemkab menganggarkan Rp 75 juta yang diambilkan dari RAPBD 2008.

Pengurusan hak paten akan dilakukan di Kementerian Hukum dan Ham di Jakarta yang membutuhkan waktu sampai 1 tahun. “Karena proses pengurusan hakk paten yang sangat lama dan mahal itulah membuat banyak produk asli Indonesia belum dipatenkan, sehingga diklaim pihak lain,’ katanya.

Karena itu Mursyid mengusulkan agar pengurusan hak paten dapat didesentralisasi di Pengadilan tinggi di tingkat Provinsi, bahkan bila perlu cukup di tingkat pengadilan negerikabupaten/kota. Tujuannya, produk-produk asli Indonesia bisa memperoleh hak paten sehingga terjamin keamanannya.

source
gambar : photobucket, Berita : Lamongan.go.id

Ketika Dosen Tak Hanya Beri Kuliah

LABEL “selebriti akademis” saat ini melekat pada sebagian dosen perguruan tinggi. Termasuk, dosen berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Disebut selebriti karena mereka bak selebriti yang tidak hanya populer di kalangan internal civitas akademika, tapi juga di luar kandang akademis.

Dalam tri darma perguruan tinggi, sebetulnya semua arah dan tanggung jawab segenap civitas akademika sudah jelas. Yakni, mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Idealnya, ketiga hal itu dilakukan secara berimbang serta proporsional.

Apa jadinya ketika proporsi tersebut timpang? Misalnya, dosen ternyata lebih sibuk dengan segudang aktivitas di luar kampus? Menjadi staf ahli bupati/wali kota, DPRD, menteri komisaris sebuah perusahaan, tim ahli sebuah proyek, hingga “jabatan-jabatan” lain?

Kasus tersebut bisa menjadi persoalan serius kalau tidak segera menemukan solusi. Sebab, dikhawatirkan dosen nanti beramai-ramai memilih sibuk di luar dan tidak lagi mengabdi dengan tanggung jawab utamanya sebagai pendidik. Mereka hanya sibuk mempelajari apa yang bisa “dijual” di luar.

Sebetulnya, sejak lama mahasiswa berteriak tentang maraknya fenomena “selebriti akademis” tersebut. “Saya mempertanyakan tanggung jawab pendidik. Dosen-dosen selebriti itu sulit ditemui. Padahal, kami punya tugas untuk dikonsultasikan,” kata Eko Wahyono, mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Unair.

Di kampus-kampus, hampir dipastikan ada beberapa dosen yang mendapat cap selebriti itu. Di FISIP Unair, misalnya. Sejumlah dosen memang juga dikenal memiliki banyak kegiatan di luar kampus. Sebut saja, Ramlan Surbakti, Muhammad Asfar, dan Kacung Marijan. Di Jurusan Komunikasi, muncul nama Staf Ahli Menkominfo Henry Subiakto.

Di Jurusan Sosiologi, ada nama Daniel T. Sparringa (panitia seleksi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi), Bagong Suyanto (anggota Dewan Pakar Provinsi Jawa Timur), dan sederet nama lain.

Di perguruan tinggi lain seperti di ITS, ada Fajar Baskoro, Daniel M. Rosyid (ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur dan anggota Dewan Pakar Provinsi Jawa Timur), serta Menkominfo Mohammad Nuh. Di Unesa ada nama Muchlas Samani, Ismet Basuki, dan banyak lagi.

“Dosen memiliki energi yang more than more (lebih dari lebih, Red),” ujar Yan Yan Cahyana, ketua Jurusan Komunikasi Unair.

Energi yang berlebih tersebut terkadang tidak terserap seluruhnya oleh kampus tempat dosen mengajar. “Terkadang energi itu dibutuhkan di tempat lain, untuk kepentingan positif lain,” ungkap dosen yang juga konsultan komunikasi pemasaran tersebut.

ada lanjutannya lho!!

Posted in Berita. 3 Comments »

smunsala sebagai pilot project bahasa mandarin

Tahun ini empat SMA Negeri di Lamongan ditetapkan sebagai pilot project penerapan pelajaran bahasa Mandarin. Keempat sekolah itu adalah SMAN 1 Lamongan, SMAN 2 Lamongan, SMAN Paciran dan SMAN Sukodadi.

Untuk tahun pelajaran 2007 ini bahasa Mandarin telah diajarkan di 4 SMAN yang telah ditunjuk. masing-masing sekolah diperbolehkan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk mencari tenaga pengajarnya. dipilihnya bahasa Mandarin selain bahasa Inggris untuk diajarkan kepada para siswa di Lamongan karena bahasa tersebut cukup efektif di dunia perekonomian dan bisnis. Dengan menguasai bahasa Mandarin, diharapkan para siswa setelah lulus SMA bisa lebih eksis di dunia kerja.

Khusus untuk SMAn 1 Lamongan dan SMAN 2 Lamongan selain sebagai pilot project juga ditetapkan sebagai sekolah mandiri. status sekolah mandiri tersebut merupakan batu loncatan untuk mencapai status SBI (sekolah berstandar internasional) untuk tingkat SMP ada tiga sekolah yang dipersiapkan meningkat statusnya menjadi sekolah SBI, yakni SMPN 1 Lamongan, SMPN 2 Lamongan, dan SMPN 1 Babat.

Usaha yang dilakukan untuk memperoleh status SBI diantaranya ditempuh dengan jalan membentuk kelas bilinggual. Yakni, kelas yang memakai bahasa Indonesia juga bahasa Inggris sebagai pengantar. 

Posted in Berita. 6 Comments »

Profesi Dosen Bisa jadi Pilihan Alumnus

YUSUF Efendi, mahasiswa elektro industri Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PENS-ITS), tak gamang dengan nasibnya. Dia yakin memiliki banyak pilihan setelah lulus nanti. Salah satu yang pasti adalah menjadi pengajar Diploma-3. “Banyak senior yang menjadi dosen,” kata mahasiswa semester delapan yang kini tengah sibuk menggarap tugas akhir itu.

Apa yang dikatakan Yusuf memang tak salah. Pilihan profesi dosen memang bisa menjadi salah satu opsi lain yang banyak dipertimbangkan alumni perguruan tinggi. Mereka yang alumni D-3 dan ingin mengajar D-3 mau tak mau harus menimba ilmu lagi pada jenjang D-4.

Menurut Titon Dutono, direktur PENS-ITS, tak sedikit mahasiswanya yang sempat mengajar di D-3 lantas berkuliah lagi pada D-4 agar memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu, pada awal dibuka D-4, kebanyakan mahasiswanya adalah lintas jalur dari D-3.

Mereka yang sudah bergelar sarjana sains terapan (SST) dapat langsung mengajar di berbagai politeknik. Mereka yang setelah lulus D-4 ingin melanjutkan studi pun tak masalah. Mereka bebas mengambil S-2 dan lantas S-3. “Banyak dosen di PENS yang alumni sendiri. Banyak dari mereka yang mengambil master di luar negeri,” katanya.

Peluang menjadi dosen dan kebebasan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi itulah yang mungkin membuat lulusan SMA semakin banyak yang tertarik masuk D-4. Pada awal mula didirikan D-4, peminatnya masih sedikit. Dibanding D-3, ramal Titon, mungkin sekitar 30:70. Tapi kini, jumlah itu berbalik menjadi 70:30 untuk D-4.

Dengan bekal banyaknya ilmu praktik, alumni juga dipercaya dapat membuka usaha sendiri saat lulus. Titon mengatakan, dengan bekal tersebut banyak mahasiswanya yang sukses berwirausaha. Terutama usaha yang bergerak dibidang teknologi informasi (TI). (ara)

sumber : jawapos 25/06/07

Posted in Berita. 2 Comments »

D-4, Program Pendidikan yang Mencetak Lulusan Berkemampuan Teknis dan Manajerial

Delapan Tahun Mencari Pengakuan
Program D-4 diciptakan untuk menjawab kebutuhan industri terhadap tenaga kerja yang benar-benar siap pakai. Sayangnya, banyak kalangan yang menganggap lulusan D-4 tidak labih bagus dari S1, atau bahkan D-3.
————–

SAAT ini, industri lebih tertarik kepada tenaga kerja tidak hanya memiliki kemampuan pada sektor manajerial. Kemampuan teknis dan pengetahuan di lapangan juga menjadi salah satu perhitungan. Itulah yang membuat Titon Dutono, direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-Instutut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), optimistis mahasiswa yang mengambil program Diploma-4 akan cepat terserap kerja. Titon yakin mereka memiliki nilai plus dibanding lulusan S-1.

Memang, ada satu poin yang mengganjal Titon dan ratusan dosen lain di belasan politeknik di Nusantara. Pengetahuan masyarakat sendiri mengenai D-4 masih minim. Gaung program pendidikan yang mulai dikenalkan pada 1999 itu pun nyaris tak terdengar. “Masyarakat belum paham bahwa D-4 memiliki kualifikasi yang sama dengan S-1. Mereka juga menempuh 144 SKS (sistem kredit semester, Red). Sama persis,” tegas Titon.

Ya, kedua program itu memang tak jauh beda. D-4 dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999. Pada UU Nomor 23 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun, telah mengatur kesetaraan jenjang D-4 dengan S-1.

Pada dasarnya, yang membedakan pendidikan S-1 dan D-4 adalah kegiatan praktik. Pada program D-4, praktik dan teorinya berkisar 50-50. Mereka diberi fasilitas untuk berpraktik di 35 teaching laboratory. Mereka pun mendapatkan materi pengajaran yang lebih luas dibandingkan dengan mahasiswa D-3. Proyeksi akhir, apabila bekerja di industri, mereka mengerti manajerial dan menguasai lapangan. Ini, jelas sedikit lebih tinggi daripada alumnus D-3. “Cakupan teknologi yang diberikan kepada mahasiswa D-4 lebih besar,” kata Titon.

Dia lantas mengambil contoh mata kuliah sistem komunikasi digital yang diberikan kepada mahasiswa D-3. Mata kuliah tersebut hanya diberikan selintas. Namun, di D-4, mata pelajaran itu dikupas habis hingga objek bergerak dan lain sebagainya.

Sistem pendidikan D-4 adalah paket dengan kelas kecil, maksimal 30 mahasiswa per kelas. Mereka akan mendapat gelar sarjana sains terapan (SST) ketika lulus. Dari poin tersebut, Titon mengatakan bahwa tak ada yang berbeda dengan S-1. “Sama-sama sarjana, hanya fokusnya yang berbeda,” tegasnya.

S-1 difokuskan untuk mengembangkan teknologi, sedang D-4 untuk penerapan. Sehingga lulusan D-4, kata Titon, lebih andal untuk mengurusi hal-hal di lapangan. “Itulah yang dibutuhkan industri,” kata dosen matematika terapan itu.

Nah, untuk menyosialisasikan eksistensi mereka, dibutuhkan tenaga ekstra oleh institusi pendidikan. Kampus harus mengadakan pendekatan intensif pada perusahaan-perusahaan yang dirasa cocok dengan alumninya. Selama ini, yang dilakukan PENS-ITS adalah bekerja sama dengan SAC (Students Advisory Centre) ITS.

SAC adalah salah satu tempat di mana mahasiswa dapat bertanya mengenai peluang karir di sebuah perusahaan. SAC juga menjembatani perusahaan-perusahaan yang mencari lulusan yang pas. Titon beserta tim PENS-ITS selalu melakukan pendekatan. “Pernah suatu ketika mahasiswa kami ditolak salah satu perusahaan yang mencari lewat SAC, karena mereka lulusan D-4. Mereka bilang mencari yang sarjana,” katanya.

Tak tinggal diam, Titon lantas berinisiatif bertemu dengan pihak perusahaan. Dia menjelaskan program pendidikan D-4 yang tak beda dengan S-1. Bahkan, mereka memiliki nilai plus lewat banyaknya jam praktik. Tak urung perusahaan itu lantas kesengsem. Dari situ hubungan terus dibangun dengan baik.

Sosialisasi yang tak putus adalah kunci sukses PENS-ITS dalam penyerapan alumni. Para alumni yang telah sukses di berbagai perusahaan diminta tak henti berkampanye mengenai program D-4.

Di dunia kerja, PT Maspion Group adalah salah satu perusahaan yang tidak membedakan lulusan S-1 dan D-4. Menurut Suharto, Asistent Director Maspion Group, di Maspion Group-mereka yang menyandang lulusan D-4 sudah menghuni berbagai lini perusahaan. “Ada yang bagian staf akuntansi, administrasi, marketing, hingga staf manajer. Mereka ditempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki,” paparnya.

Dijelaskan Suharto, lulusan S-1 tidak menjamin ready to use atau siap pakai. Mereka, menurutnya, harus ditrainning terlebih dulu. Itulah sebabnya, lulusan S-1 tidak langsung diterima sebagai pegawai tetap. “Pun demikian halnya dengan D-4, harus mendapat trainning. Sehingga, tidak ada pembedaan perlakukan,” tuturnya. Sebab, sekarang ini, baru 30 persen mereka yang lulusan S-1/D-4 siap kerja.

Hanya, lanjut Suharto, dalam rekruitmen pegawai, status akademik seseorang memang menjadi perhatian. Pertama, untuk memetakan seseorang ditempatkan dimana sesuai dengan jenjang akademiknya. Kedua, status akademik menentukan besarnya gaji yang diberikan. “Tidak mungkin mereka yang lulusan SMA disetarakan dengan lulusan S1 atau D4,” terang alumnus STIKOSA-AWS itu.

Meski demikian, kata Suharto, tiap perusahaan atau industri memiliki kebijakan yang tidak sama. “Namun, secara umum seperti itu,” imbuh pria asli Surabaya itu. Yang pasti, lanjutnya, ada beberapa kriteria yang dipatok perusahaan ketika merekrut calon pegawai. Pertama, melihat status akademiknya. Kedua, skill atau ketrampilan yang dimiliki seseorang. “Sebab, banyak juga mereka yang hanya lulusan SMK lebih unggul daripada mereka yang lulusan S1,” tuturnya.

Ditambahkan Suharto, tren yang terjadi di dunia kerja saat ini adalah peningkatan status akademik untuk menunjang peningkatan karir. “Sehingga, mereka yang lulusan D-4/S-1 tidak berhenti sampai disitu. Fenomena di perusahaan kami, banyak yang melanjutkan dengan mengambil S-2 sekarang ini,” ungkapnya. (anita rachman/titik andriyani)

sumber : jawapos 25/06/07

Posted in Berita. 4 Comments »

Bertambah, Kampus yang Ikut SPMB

Kini Total Berjumlah 57 PTN
SURABAYA – Dua lagi Universitas Negeri Islam (UIN) yang bergabung dalam proses Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah UIN Jakarta, Jogjakarta, Bandung, dan Malang, kini giliran UIN Makassar dan Pekanbaru yang turut menyeleksi calon mahasiswa barunya (maba) secara nasional. Dengan tambahan kedua UIN tersebut, total sekarang ada 57 PTN yang dapat dipilih calon maba.

Dari ke 57 PTN tersebut, lebih dari 1.900 program studi (prodi) yang ditawarkan. Prodi tersebut terbagi atas sekitar 1.061 untuk kelompok IPA dan 839 untuk kelompok IPS. “Kami menyediakan 93 ribu formulir untuk regional III, yakni Indonesia Timur, Sulawesi, Bali, Ternate, hingga Jayapura,” kata Ketua Panitia Tetap Regional III SPMB Prof Ir Soegiono kemarin. Tahun lalu, formulir yang keluar mencapai 96 ribu.

Formulir memang sengaja distok secara terukur, terutama pendistribusian wilayah Jawa Timur. Ini lantaran melihat tren beberapa tahun terakhir. “Tren peserta SMPB untuk regional III meningkat walau tidak signifikan, hanya di Surabaya dan Malang yang mengalami naik-turun,” sambung mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu.

Soegiono mengatakan, distribusi formulir akan lebih disebarkan ke luar Jawa. “Apabila ada kekurangan biar tidak repot, kalau untuk daerah Jatim tidak masalah meskipun kurang. Bisa mengambil lagi karena dekat,” katanya.

Alokasi formulir tersebut juga berdasar data penjualan formulir SPMB Surabaya dan Malang yang naik-turun. Di Surabaya pada 2004 mencapai 22 ribu, lantas kemudian turun menjadi 21 ribu. “Tapi tahun lalu naik lagi menjadi 22 ribu,” katanya.

Naik-turun keluarnya formulir SPMB juga terjadi di Malang. Dari 22 ribu formulir yang terjual pada 2003, turun menjadi 19 ribu pada 2004. “Tahun berikutnya turun lagi menjadi 18 ribu, tapi naik kembali naik pada 2006 dengan 19 ribu formulir,” ungkapnya.

Fenomena itu, menurut Soegiono, berhubungan dengan semakin banyaknya “pintu” non-SPMB yang ditawarkan oleh PTN. “Hampir seluruh PTN memiliki jalur-jalur itu,” katanya. Namun demikian, dia mengungkapkan bahwa pilihan maba masuk lewat jalur SPMB tetap akan diperhitungkan PTN.

Bagaimana dengan pagu 57 PTN itu? Meski beberapa PTN telah berubah menjadi BHMN, Soeginono memastikan bahwa tidak ada perubahan daya tampung. “Tidak jauh-jauh dari tahun lalu,” katanya. Angka pasti daya tampung tersebut baru akan dirilis masing-masing PTN bulan depan.

Soegiono berharap jumlah peserta yang mengikuti SMPB di regional III akan mengalami kenaikan pada tahun ini. “Tahun lalu meningkat sekitar 11 persen, terutama di daerah,” katanya. Kenaikan itu dari 84.543 (2005) menjadi 96.833 pada tahun lalu. (ara)

SPMB 2007

– Penjualan formulir: 13-22 Juni
– Pelaksanaan tes: 27-28 Juni
– Biaya formulir:
IPA dan IPS : Rp 150 ribu
IPC : Rp 175 ribu.

(sumber : jawapos,25 April 2007)

Posted in Berita. 2 Comments »

Lulus Sekolah Pilih D4 atau S1

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, pada Bab VII Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi pasal 22, bahwa gelar antara Program D4 dengan Program S1 adalah sama-sama sarjana, untuk Sarjana(pendidikan akademik) penggunaan gelar dengan mencantumkan huruf S disertai singkatan nama kelompok bidang ilmu, dan untuk Diploma 4 (pendidikan profesionalisme) penggunaan gelar dengan mencantumkan huruf S.ST (Sarjana Sains Terapan). sedangakan untuk beban studi antara Program Sarjana dengan D4 adalah sama (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000)

Jadi dapat disimpulkan bahwa program Pendidikan Profesional Diploma IV dengan gelar profesional Sarjana Sains Terapan memiliki tingkat yang sama dengan Program Pendidikan Akademik dengan gelar akademik Sarjana.

sesuai dengan berita Jawapos, 3 April 2007

PENS-ITS Yakinkan Kualitas Program D-4

SURABAYA – Terhambat krisis moneter pada 1997, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) bakal kembali menggarap agenda penambahan politeknik di tanah air. Dikti menargetkan penambahan 155 politeknik baru guna meningkatkan jumlah tenaga kerja vocational (kejuruan) yang memiliki keterampilan tinggi.
Rencana itu akan dibahas dalam rapat kecil Direktorat Pembinaan Akademik Dikti di Jakarta hari ini. Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PENS-ITS) Dr Ir Titon Dutono MEng termasuk salah satu pihak yang diundang dalam pertemuan tersebut. Program penambahan 155 politeknik baru itu diproyeksikan berlangsung hingga 2010.

Gagasan pemerintah menambah politeknik, antara lain, karena melihat kondisi pasar kerja Indonesia. Seperti diungkapkan Ir Nonot Harsono MT, mantan wakil direktur II PENS, kebutuhan industri terhadap tenaga supervisor level menengah (di atas tingkat SMA atau SMK) cukup tinggi. “Saat ini, tren pendidikan kita S-1. Semuanya berlomba-lomba ke sana. Padahal, sebenarnya pasar lebih banyak membutuhkan tenaga terampil,” ujar Nonot.

Penambahan jumlah politeknik merupakan angin segar. Namun, hingga kini yang masuk ke politeknik masih didominasi lulusan SMA. Untuk lulusan SMK yang sebenarnya lebih memiliki skill, justru hanya sedikit yang tersaring dalam seleksi masuk. “SMK memang diproyeksikan untuk bekerja, tapi idealnya ada pendidikan berkelanjutan,” lanjut pria yang mengajar sejak 1988 itu.

Pendidikan berkelanjutan dimaksudkan agar siswa kejuruan tetap bisa belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Lulusan SMK, misalnya, dapat melanjutkan ke politeknik yang sesuai jurusannya. “Dengan penambahan jumlah SMK, seharusnya ada pendidikan keberlanjutan. Mungkin hal itu juga akan dibahas dalam rapat besok (hari ini, Red),” kata Titon.

Pendidikan berkelanjutan tak hanya sampai pada diploma 3, tapi juga diploma 4 alias D-4. Kini sekitar 50 persen di antara 26 politeknik negeri di tanah air memiliki D-4 dengan jumlah mahasiswa cukup besar. “Mereka sama-sama bergelar sarjana. Hanya, belum semua masyarakat paham, jadi masih banyak yang ragu,” ungkap Titon.

Program D-4 politeknik hanya ada pada bidang rekayasa, ekonomi, dan bisnis. “Bisa dikatakan, D-4 adalah program sarjana dengan muatan pendidikan praktik terjadwal yang sangat besar,” jelasnya. Denagn demikian, lulusan D-4 lebih siap kerja di industri.

Sistem pendidikan D-4 adalah paket dengan kelas kecil, maksimal 30 mahasiswa per kelas. Jumlah SKS yang mereka ambil pun sama dengan S-1, yakni 144. Ketika lulus, mereka bergelar sarjana sains terapan (SST).

Menurut Titon, jumlah mahasiswa yang didesain kecil itu dimaksudkan agar terstandar dengan deviasi kualitas yang tidak lebar. “Beda dengan lulusan S-1, yang kreatif menjadi hebat sekali. Tapi, yang tidak kreatif kelihatan terbelakang,” jelasnya.

Hingga kini, lulusan PENS-ITS terserap di berbagai industri. “Beberapa berwiraswasta,” katanya. Hanya, lanjut Titon, sebagian ditolak lantaran industri belum memahami program D-4. “Keraguan datang karena itu barang baru. Belum semua masyarakat paham, tapi seharusnya kita mulai menyadari bahwa D-4 itu sama-sama sarjananya dengan yang S-1,” tegasnya.

Jadi gak usah bingung untuk memilih antara Sarjana dengan Diploma IV

Posted in Berita. 5 Comments »

smunsala punya Friendster nech..

Friendster apa ya -SS? buat kamu-kamu yang belum kenal apa itu friendster. ini ada sedikit informasi about friendster

Friendster, yang ide penamaannya berasal dari nama Napster, adalah sebuah situs web jaringan sosial di mana seorang pengguna akan membuat identitas maya dan kemudian mengisi data dirinya untuk kemudian mendapatkan account di Friendster. Dalam Friendster, kita juga dapat melihat teman dari teman kita dan teman dari teman dari teman kita, selain melihat teman kita sendiri.

Friendster dimulai sejak tahun 2002 oleh Jonathan Abrams dan sekarang sudah melewati masa beta test. (wikipedia)

Friendster.com biasa digunakan untuk mencari teman dan mempublikasikan profil pribadi, serta melengkapinya dengan foto. n katanya gak gaul gitu lo. kalo gak punya friendster(basi banget ya…) so lewat www.friendster.com/smunsala mengajak temen-temen smunsala yang aktif didunia maya untuk bergabung. Guru-gurunya juga boleh bergabung kok ! biar kelihatan rukun N gaul gitu loo…, so tunggu apa lagi gabung di smunsala@yahoo.com

— alasan dibentuknya blog ini —

Berawal dari di bentuknya suatu komunitas atau bisa disebut suatu perkumpulan yang sudah ada, dan keinginan untuk memberikan, menyalurkan informasi dan sebagai ikatan antara para alumni atau para siswa atau pata guru untuk saling sharing dan berbagi informasi. di blog ini tidak membedakan antara status-Gender-Agama-Ras antara guru dan murid, antara alumni yang sudah jadi Masasiswa/i, Dokter, Dosen, Guru, Politikus atau bahkan jadi Presiden dan juga buat alumni yang pengangguran. semuanya sama. sehingga nantinya bisa saling membantu dan memberikan informasi, antara yang bisa dengan yang kurang bisa atau kurang mampu. Intinya dibentuknya blog ini adalah memberikan wadah atau tempat untuk berbagi Informasi atau masukan-masukan.

Blog ini merupakan blog yang di buat alumni siswa angkatan 2002, yang digunakan sebagai batu loncatan yang nantinya bisa dibikin domain sendiri dengan mendapat dukungan bagi pihak-pihak yang terkait, selain itu juga kritik dan saran akan tetap di buka lebar untuk membangun dan demi kemajuan dari blog atau bisa dikatakan situs ini. ( keres_84@yahoo.com alumni 2002)